Home / Artikel / Historia Magistra Vitae : Kamrani Buseri

Historia Magistra Vitae : Kamrani Buseri

Historia magistra vitae, sejarah adalah guru terbaik. Kalimat tersebut mencerminkan, paling tidak, masa lalu dapat dijadikan cermin untuk menatap masa depan.  Sejarah mengajari untuk menghargai orang-orang terdahulu yang meletakkan fondasi untuk sekarang dan masa depan. Oleh karena itulah, melupakan kisah-kisah masa lalu merupakan gejala sikap tidak menghargai pada pendahulu.

 Guru, Apakah Cita-Cita?

Berkarir sebagai seorang guru, sebenarnya bukanlah sebuah cita-cita yang diimpikan Kamrani remaja. Tidak seperti cerita-cerita novel atau film yang sering menggambarkan seseorang memiliki cita-cita setelah melihat seseorang yang dikagumi, Kamrani tidak sedramatis itu. Meskipun ayahnya adalah seorang pegawai di sebuah sekolah dasar, Kamrani tidak memiliki angan-angan untuk berkarir sebagai guru. Menjadi guru, pada awalnya, tidak lebih tidak kurang hanya sebagai satu cara untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Tahun 1974, setelah menamatkan PGA dan kuliah pada Program Sarjana Muda IAIN Antasari, dia memulai karir sebagai guru pada Sekolah Arab di desa kelahirannya, Desa Mahang, Pandawan, Hulu Sungai Selatan. Menjadi guru di sekolah arab, sekarang madrasah diniyah, hanya sebagai bentuk pengabdian sebagai warga di sebuah desa, bukan berorientasi untuk menambah penghasilan. Pada masa itu, sekolah arab atau madrasah tidak dapat berharap pada pembayaran dari orang tua siswa. Gaji guru tidak menjadi perhatian utama dalam pengelolaan sekolah/madrasah. Guru, apalagi guru sekolah arab/madrasah diniyah lebih sebagai cara mendapat pahala.

Selepas menyandang gelar BA (Bachelor of Arts) atau sarjana muda, Kamrani melanjutkan studi tingkat doktoral (sekarang S-1) untuk mendapat gelar Drs. Pada masa itu, tingkat doktoral hanya dapat ditempuh di Banjarmasin. IAIN Antasari memiliki cabang di Rantau, Kandangan, dan Barabai, selain di Amuntai dan Banjarmasin yang hanya sampai tingkat sarjana muda. Mahasiswa-mahasiswa yang berasal dari Rantau, Kandangan, atau Banjarmasin mengambil tingkat doktoral di Banjarmasin. Hanya sedikit yang melanjutkan ke program doktoral tersebut, mereka lebih memilih menggunakan gelar B.A. untuk menjadi pegawai pemerintah. Bergelar B.A. saat itu sudah lebih cukup.

Sekitar akhir tahun 1970-an, IAIN Antasari cabang Barabai mendapat amanah untuk melaksanakan program beasiswa sarjana muda. Kamrani menceritakan banyak mahasiswa-mahasiswa Fakultas Tarbiyah dari Kandangan dan Rantau yang mendapat beasiswa jatuh hati pada gadis-gadis Barabai dan kemudian menikah. Pertemuan mereka, menurut Kamrani, tidak lepas dari proses perkuliahan yang dilaksanakan di Barabai. Kamrani menyebutkan nama-nama mahasiswa yang kemudian menyunting gadis Barabai: Syamsuri Jingga, Haberi, Saberi Ismail, dan Mukhyar Aseri.

Pada tahun 1977 ditetapkan kebijakan bahwa fakultas cabang ditutup dan dilarang menerima mahasiswa baru dan passing out. Pada masa transisisi itu, ujian risalah (tugas akhir sarjana muda) diharuskan dilaksanakan di Banjarmasin yang sebelumnya bisa dilakukan di Barabai. Mahasiswa yang tidak pernah sekalipun ke Banjarmasin merasa keberatan. Syaifuddin Sabda menceritakan bahwa dia dan kawan menghadap Rektor, Mastur Djahri, M.A. untuk memohon agar ujian risalah dilaksanakan di Barabai dengan pertimbangan keadaan mahasiswa yang merasa kesulitan ke Banjarmasin. Akan tetapi, Rektor tetap pada keputusannya dan dari 80 orang mahasiswa ada beberapa orang yang tidak menempuh ujian dan gagal meraih sarjana muda.[1] Kamrani Buseri pada masa transisi integrasi tersebut telah menempuh masa-masa akhir proses penyelesaian program doktoral di Banjarmasin dan sedang mengikuti TKS BUTSI.

Pada tahun itu, Kamrani mengikuti Tenaga Kerja Sukarela Badan Urusan Tenaga Kerja Sukarela Indonesia (TKS BUTSI) di Kalimantan Tengah. Program itu dilaksanakan Departemen Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Koperasi. Kamrani belum mengikuti ujian akhir program doktoral (S-1) pada saat berangkat ke Kalimantan Tengah.

Dia mengikuti ujian tingkat akhir doktoral dengan “mencuri-curi” waktu TKS BUTSI untuk mengikuti ujian. Kamrani menyadari bahwa dia sebenarnya melanggar peraturan TKS BUTSI dengan meninggalkan lokasi TKS untuk ke Banjarmasin. Belakangan dia mendengar pendapat Zakiah Dradjat yang mengungkapkan bahwa seseorang yang terlalu taat aturan akan bisa menyebabkan sakit jiwa. Oleh karena itu, menurut Kamrani, sekali-kali melanggar aturan justru akan menyehatkan jiwa, tetapi aturan yang dilanggar bukan berhubungan dengan pidana.

Pada saat pulang kampung untuk ujian akhir doktoral dari TKS BUTSI, Kamrani dan Abdul Kadir Ahmadi satu mobil dengan seorang pejabat Departemen Tenaga Kerja Kalimantan Selatan. Dua sahabat itu pun terkejut dan agak kuatir akan dilaporkan. Mereka turun dari mobil di Binuang dan berganti mobil taksi. Yang mereka kuatirkan ternyata terjadi, pejabat itu menelpon Kujang Iskandar, pejabat Departemen Tenaga Kerja Kalimantan Tengah, melaporkan dua sahabat itu. Akan tetapi, mereka berdua didukung oleh Bapak Kujang sehingga tidak mendapat hukuman apapun.

Menjadi sukarelawan (TKS) pada saat itu mendapat penghormatan dari masyarakat. Kamrani menggambarkan itu dengan dua hal. Pertama, TKS BUTSI dipanggil masyarakat sebagai “om”. Di desa, panggilan “om” menunjukkan seorang yang muda dan memiliki jabatan atau pekerjaan yang terhormat serta tidak orang setempat (dari kota). Jika dipanggil sehari-hari sebagai “Bapak”, itu berarti terhormat, tetapi sudah tidak muda lagi. Bila dipanggil “Paman”, itu bisa berarti keluarga atau seseorang yang bekerja tidak lebih baik dari yang memanggil, misalnya paman pedagang ikan keliling. Dengan kata lain, para sukarelawan TKS-BUTSI adalah orang-orang terhormat dimata masyarakat.

Jika dibandingkan, TKS-BUTSI dianggap sejajar dengan para polisi dan petugas pertanian. Para polisi muda atau petugas pertanian yang bertugas di desa dipanggil oleh para remaja atau pemuda dengan sebutan “Om”, bukan “Bapak” atau “Paman”. Selain polisi, Petugas Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) pada akhir 70-an merupakan pekerjaan yang bergengsi di desa-desa. Pada masa itu, para PPL datang ke desa sebagai pegawai dengan mengendarai sepeda motor trail, sepeda motor jenis itu masih sangat jarang. Mereka sesekali menggunakan mobil Toyota Hardtop seperti mobil yang digunakan Bang Haji Rhoma Irama dalam film-filmnya. Pekerjaan lain yang menjadi “kambang pamandiran” adalah bidan atau perawat. Bidan dan perawat kebanyakan adalah orang kota berpendidikan yang bekerja di desa. Entah mengapa mereka dilihat orang kampung lebih segalanya dari gadis desa sehingga bidan/perawat menjadi idola para pemuda di desa. Akhir dari kisah itu dan menyedihkan adalah para bidan/perawat itu kebanyak memilih polisi sebagai pendamping hidup. Pemuda desapun merana.

Kedua, masyarakat cenderung memberikan sesuatu yang dimilikinya kepada TKS. Kamrani menceritakan, ketika dia bertanya, “itu ayam siapa”, itu bisa diartikan masyarakat bahwa TKS ingin memakan ayam itu. “Siang hari bertanya, malam hari akan datang ayam yang sudah siap disantap”.

Kamrani pada saat TKS adalah sekretaris Dewan Mahasiswa IAIN Antasari dengan ketua, Syamsul Muarif. “Ka Syamsul waktu itu berpesan agar membina di Palangkaraya pada saat TKS”. Kamrani pada saat TKS tidak hanya menjadi guru dalam arti dalam kelas, tetapi juga mengajar para remaja dan pemuda dalam segala bidang. Keberhasilan membina remaja dan pemuda di desa tercermin dari kemenangan desa dalam lomba desa tingkat Kota Palangkaraya. Para pemuda desa pun berangkat ke kota untuk menerima hadiah dari Walikota. Mereka berpakaian putih dan memakai kaos kaki seperti anak-anak SD. Kamrani ingat mereka meminta minuman susu. Minuman yang dianggap mewah, pada saat perjamuan makan siang.

Titik awal karir Kamrani sebagai guru saat dia benar-benar mendapatkan passion sebagai seorang pengajar adalah saat dia pertama mengajar di Fakultas Tarbiyah sebagai asisten dosen Drs. Sofyani Tuhalus. Kamrani menceritakan bahwa pada saat-saat masih kuliah, dia cenderung lebih aktif di organisasi mahasiswa, bukan sebagai sebagai guru mengajar di sekolah/madrasah. Kalaupun mengajar di SMP 1 misalnya, dia mengakui hanya dalam usaha untuk memenuhi kebutuhan ekonomi. Kamrani merasakan menjadi guru dapat menjadi penopang secara ekonomi ketika mengajar di perguruan Muhammadiyah (sekarang di Jl. S. Parman).

Kamrani mengakui pada saat pertama sebagai asisten dosen banyak komentar yang menyangsikan kemampuannya sebagai dosen karena baru tamat doktoral (S-1). Akan tetapi, Kamrani mendapat dukungan dari Alfani Daud, yang saat itu menjabat sebagai Pembantu Rektor I. Alfani Daud merupakan putera Kandangan yang pada awalnya adalah pejabat di Departemen Agama RI di Jakarta dan memiliki wibawa sebagai seorang cendikiawan sehingga cukup berpengaruh.

Kamrani merintis karir sebagai dosen dimulai pada saat dia mendaftar sebagai PNS di Departemen Agama Kalimantan Selatan dan di Universitas Lambung Mangkurat Fakultas Teknik. Dia lulus di dua tempat instansi yang berbeda tersebut. Atas saran dan bantuan Alfani Daud, Kamrani memilih menjadi PNS di Departeman Agama dengan penempatan SK di IAIN Antasari. “Baapa di Kanwil, ikam kada kawa berkembang”, kata Kamrani menirukan saran Alfani Daud. Barangkali, Alfani Daud ingin menjelaskan bahwa pada saat itu, di Kanwil Departemen Agama sudah ada semacam faksi dan Kamrani dianggap bukan faksi yang dominan di Departemen Agama saat itu. Tentu saja, Kamrani pada saat itu, tidak membayangkan akan menjadi pimpinan departemen itu untuk wilayah Kalimantan Selatan.

Rupanya, Sk pengangkatan lebih dahulu terbit di Departemen Agama daripada di Universitas Lambung Mangkurat. Kamrani pun melapor dan memohon izin kepada Drs. Abdurrifai, Pembantu Rektor 2 Universitas Lambung Mangkurat, untuk memilih menjadi dosen pada IAIN Antasari. Sejak saat itu, Kamrani resmi sebagai guru.

Sebagai guru (baca: dosen) dikenal sebagai dosen yang tegas dan selalu mengajar dengan sepenuh hati. Saya adalah salah satu, dari ribuan murid beliau, memiliki pengalaman yang terus saya ingat. Pada saat kuliah S-2 Filsafat Islam, Konsentrasi Pemikiran Pendidikan Islam, mata kuliah Filsafat Ilmu, mendapat nilai C+ nilai terendah untuk lulus mata kuliah beliau,. Waktu itu banyak mahasiswa yang tidak lulus mata kuliah tersebut dan harus memperbaiki nilai. Ketegasan dalam hal akademik seperti itu sangat penting, menurut beliau. Dengan demikian, guru akan dihormati dan disegani dan mahasiswa akan terbiasa untuk belajar.

Sebagai dosen muda yang gagah, Kamrani adalah sosok idola para mahasiswa dan tentu saja, para mahasiswi. Dalam mengajar, Kamrani selalu dianggap sebagai dosen yang menguasai bidangnya. Hal itu tidak lain karena dia selalu menyiapkan bahan perkuliahan dan mendalami apa yang akan disampaikan ketika proses pembelajaran. Ketika mengajar sebagai asisten dosen, Kamrani jatuh hati kepada seorang mahasiswa, Noorliani, yang kemudian menjadi istrinya.

Murid –murid Kamrani mengingatnya sebagai sosok yang tegas dan disiplin. “Meskipun perkuliahan santai, tetapi kami ditanamkan untuk disiplin. Saya banyak mendapat informasi dan pengetahuan yang berasal dari pengalaman dan wawasan beliau. Beliau selalu memberi motivasi dalam setiap perkuliahan”.[2]

Kamrani, ketika mengajar, juga memberi nasihat tentang kehidupan

Sangat senang sekali dengan cara mengajar Bapak Prof. Dr. H. Kamrani Buseri, M.A karena beliau berwawasan luas, bersemangat dalam mengajar, memiliki disiplin yang tinggi, dan memberikan pengaruh yang luar biasa khususnya kepada mahasiswa untuk selalu menjadi pribadi yang lebih baik lagi, banyak pengalaman dan petuah-petuah dari beliau yang dibagikan kepada kami, yang tentunya sangat bermanfaat untuk kami ke depannya.. Beliau merupakan sosok dosen yang sangat menginsirasi saya untuk melakukan perubahan, perubahan menuju pribadi yang lebih baik lagi.[3]

Hal yang tidak jauh berbeda juga diungkapkan seorang mahasiswa

motivasi supaya kami semangat belajar, selalu berfikir positif dan memberikan yg terbaik dlm kuliah, dalam kerja ujar sidin (beliau), jujur menjaga amanah dengan baik, berani menerima tantangan, menanamkan jiwa peduli dengan sekitar, perbanyak silaturrahmi supaya banyak link, menjaga kesehatan karena sidin (beliau) diusia 70 masih prima. ada lagi, ibadah harus utama jar (kata) Bapak Kamrani, kaya (seperti) tahajud mengaji pagi sidin kada pernah tetinggal, itu yang meangkat derajat kita di dunia jar sidin (kata beliau).[4]

Sebagai seorang dosen tidaklah mudah untuk memberi nasihat tentang kehidupan atau ibadah. Kamrani memberikan nasihat dan motivasi karena dia sendiri dapat menjadi teladan di semua aspek kehidupan: kesabaran, ibadah, dan juga bagaimana hubungan dengan sesama manusia. Bagi mahasiswa, apalagi jenjang magister dan doktor, yang telah berpikir kritis, tidak dapat begitu saja menerima nasihat dari dosen, jika dosennya mereka lihat tidak sesuai dengan apa yang dikatakannya.

Sebagai seorang dosen, Kamrani juga sangat memperhatikan para mahasiswa yang dibimbing dan selalu merespon mahasiswa. “Beliau selalu merespon setiap mahasiswa menghubungi baik lewat telpon, sms, atau wa. Beliau selalu menyediakan waktu untuk membimbing mahasiswa”, tutur seorang mahasiswa bimbingan Prof. Dr. Kamrani Buseri, M.A. [5] Kesediaan Kamrani untuk merespon tersebut sangat berarti bagi mahasiswa. Mahasiswa memiliki kejelasan dan akan dapat mengatur dan bersiap-siap untuk menemui pada waktu yang telah ditentukan.

Ilmuwan

Setelah menjadi aktifis HMI dan Dewan Mahasiswa, Kamrani menemukan titik awal sebagai seorang ilmuwan pada dua even penting. Pertama, pelatihan penelitian Pusat Latihan Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial (PLPIIS) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia – Universitas Syiah Kuala Aceh di Aceh.. Pelatihan itu berlangsung selama sembilan bulan. Karena waktu yang lama, istrinya, Ka Yani sering dipanggil kawan-kawan, beberapa kali menjenguk ke Aceh.

Pada saat akhir pelatihan tersebut, hasil kerja Kamrani dianggap sebagai yang layak untuk dipresentasikan dan termasuk penelitian tiga terbaik. Pelatihan penelitian tersebut membuat Kamrani dapat disebut ahli dalam penelitian kualitatif.

Kedua, penelitian Toyota Foundation. Pada saat Kamrani menyelesaikan pendidikan magister di IAIN Sunan Kalijaga, terbuka kesempatan untuk mengikuti program doktor di IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Program doktor tersebut merupakan program doktor dengan jalur semacam by research. Kamrani menceritakan dia sangat berminat dengan program doktor tersebut.

Di sela-sela kesibukannya, dia menyusun proposal disertasi yang merupakan syarat utama yang akan dinilai. Kamrani ingat topik yang diusulkan ketika itu adalah tentang aspirasi pendidikan masyarakat Banjar. Akan tetapi, setelah pengumuman penerimaan program tersebut, dia ternyata tidak ada dalam daftar nama yang diterima dan dia kecewa dan itu wajar.

Setelah beberapa waktu, dia diberitahu oleh salah satu wakil rektor saat itu, M. Ramli, bahwa dia beserta persyaratan lain, termasuk proposal tidak diusulkan Rektor. Rektor saat itu, M.Asy’ari, mengusulkan dosen lain. Menurut Kamrani, pada saat itu, dia kecewa dan mengetahui mengapa orang lain itu yang diusulkan oleh Rektor. Akan tetapi, dia menerima keputusan itu tanpa mempertanyakannya.

Kamrani mendengar informasi bahwa proposal disertasi tersebut dapat dikirim ke Toyota Foundation. Dia pun mengirim proposal tersebut. Setelah beberapa waktu, Kamrani dihubungi Toyota melalui telepon yang mengabarkan bahwa proposal tersebut dinilai layak untuk dibiayai oleh Toyota dengan syarat harus penelitian tim. Kamrani setuju dan dibentuklah tim. Untuk menggambarkan kegembiraannya Kamrani menyebutkan dana penelitian tersebut cukup untuk membuat bagian dapur rumahnya.

Penelitian tersebut memberikan titik tonggak karir ilmiah Kamrani. Itu menunjukkan bahwa Kamrani Buseri berada pada jajaran ilmuwan internasional dalam bidang pendidikan.

Puncak karir Kamrani sebagai seorang guru dan sebagai ilmuwan ilmu pendidikan Islam adalah ketika dia ditetapkan sebagai Guru Besar dan dikukuhkan pada tanggal 2 Maret 2005. Dia berpidato dengan topik Paradigma Pendidikan Islam. Sebelum menerima SK pengangkatan sebagai guru besar, Kamrani selalu merasa ragu, apakah dia layak menjadi guru besar. Ismail, staf Bagian Kepegawaian, ingat bahwa Kamrani mengatakan dirinya akan menjadi guru besar bila telah menulis paling tidak dua buku. [6] Kamrani juga bertanya kepada koleganya , Prof. M.Atho’ Mudzhar, apakah dirinya layak saja menjadi guru besar dengan menulis dua buku dan dijawab layak.

Sebelum menjadi guru besar, Kamrani menulis tiga buah buku yaitu Antologi Pendidikan Islam dan Dakwah: Pemikiran Teoritis Praktis Kontemporer (2004), Nilai-Nilai Ilahiah Remaja Pelajar Telaah Phenomenologik dan Strategi Pendidikannya (2004), dan Pendidikan Keluarga dalam Islam (1990).

Itu menunjukkan bahwa Kamrani sebagai ilmuwan selalu merasa ragu dengan keilmuwanannya sehingga bertanya dan meminta konfirmasi kepada orang lain. Kamrani yang telah melalui jalan panjang sebagai guru, sebagai seorang pemimpin, dan aktivis

tetap memiliki kemampuan melakukan evaluasi terhadap diri sendiri dan menyadari bahwa dirinya memiliki kekurangan. Hal semacam itu, itu tidak semua orang bisa melakukannya. Kebanyakan orang akan merasa terhebat dan tidak mampu lagi mengevaluasi diri sendiri dan kemudian meremehkan orang lain.

Kamrani, Sang Pemimpin.

Tidak bisa dipungkiri, karir Kamrani sebagai aparatur pemerintah memiliki karir yang cemerlang. Kamrani menjadi Pembantu Rektor I  IAIN Antasari,  Kepala Kantor Wilayah Departemen Agama Kalimantan Selatan (sekarang Kementerian Agama), dan Rektor IAIN Antasari. Hampir separo masa kerjanya mendapat amanah sebagai seorang pemimpin.

Masa bakti Kamrani sejak pertama diangkat sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil tahun 2009 sampai purna tugas tahun 2020 adalah sekitar 41 tahun. Kamrani diamanahi sebagai pemimpin sekitar 16 tahun,   sejak pertama menjabat sebagai Pjs. Pembantu Rektor I pada tahun 1993 sampai berakhir jabatan rektor pada 2009.

Waktu yang panjang tersebut ditambah berbagai kegiatan sebagai aktivis sejak masih mahasiswa, menjadikan Kamrani sebagai pemimpin yang dihormati dan disegani oleh bawahan. Nr (2019) menceritakan tentang Kamrani seperti dalam pemaparannya berikut ini

Selain sebagai pendidikan yang handal dan profesional, sosok Pak Kamrani Buseri bukan saja sebagai birokrat yg malang melintang di berbagai jabatan struktural maupun akademik yang mampu memadukan antara teori dan penerapannya. Saya merasa bangga sempat bergaul dan bahkan menjadi salah seorang anak buah beliau di IAIN Antasari. Beliau terasa seperti orangtua sendiri yg banyak memberikan keteladanan, pemikiran dan motivasi, agar selalu berkinerja, berkarya dan berpikir positif. Beliau selalu menghargai pendapat orang lain kalau dianggap benar dan baik, tidak pernah membedakan dari mana dan kalangan siapa. Beliau sangat pemaaf, tidak pernah dendam dan benci kepada siapapun”.[7]

Cerita dari Nr tersebut menggambarkan sosok Kamrani yang memiliki kemampuan mengimplementasikan teori dalam praktik sehari-hari di lembaga yang dipimpinnya. Kemampuan tersebut tercermin dari kebijakannya mendirikan kios minat dan bakat mahasiswa. Secara teori Kamrani sangat mengerti bahwa bakat dan minat mahasiswa harus disalurkan sehingga bermanfaat bagi mereka saat memasuki pasar kerja. Hal itu dia turunkan menjadi kebijakan yang membantu mengembangkan minat dan bakat mahasiswa. Pada masa awal, kios tersebut meliputi kios karya tulis artikel, kaligrafi, dan wirausaha.

Kamrani juga diingatnya sebagai sosok yang memberikan teladan, saran/pemikiran, dan motivasi. Keteladan, pemikiran, dan motivasi tersebut sangat dirasakan oleh orang-orang yang pernah bergaul dengan beliau. JA, misalnya, dia merasa sangat didukung dan termotivasi ketika pada tahun 2008 ikut seleksi Beasiswa S-3 dari Kementerian Agama RI.

“Ketika itu beliau menceritakan tentang bagaimana beliau ikut Sespanas selama 2,5 bulan yang berakhir pada 6 Januari 1995. Padahal pendidikan itu, sebenarnya, beliau belum tahu apakah berguna. Beliau mengatakan bahwa apabila ada kesempatan harus diambil, kelak ada saja gunanya. Ketika saya lulus dan mendapat beasiswa beliau sangat gembira. Pada saat promosi doktor, beliau hadir meskipun tidak sampai selesai karena ada kegiatan lain yang harus diikuti.”.

Kamrani ingin menunjukkan pada JA bahwa kesempatan yang ada dan positif harus diambil meskipun sebenarnya kita tidak tahu apakah itu akan berguna di masa yang akan datang.   Sekolah Staf dan Pimpinan Administrasi Nasional (Sespanas) belakangan dihargai setingkat Pendidikan dan Pelatihan Staf dan Pimpinan Administrasi Tingkat Tinggi (Diklat SPATI). Diklat tersebut pada masa tersebut merupakan salah satu syarat untuk menduduki jabatan eselon 1. Seorang yang mengikuti Sespanas memenuhi syarat untuk menduduki jabatan struktural. Kamrani pada saat itu tidak tahu apakah dia akan mendapat kesempatan menjabat sebagai pejabat struktural. Meskipun pada akhirnya itu sangat berguna saat dia diminta untuk menjadi Kepala Kantor Wilayah Departemen Agama Kalimantan Selatan.

Sikap tegas dan pemaaf juga diingat dari Kamrani. Ketegasan tidak berarti Kamrani suka marah-marah di hadapan orang banyak jika ada kesalahan bawahan tetapi lebih kepada keputusan yang sudah ditetapkan harus dijalankan tanpa ada tawar menawar. Jika marah pun, seperti marahnya orang tua kepada anaknya, tidak dihadapan orang banyak. “Setelah marah, beliau tidak apa-apa lagi, tidak mengingat lagi dan tidak dendam”.[8] Mungkin karena sudah matang dan melalui proses yang panjang untuk menjadi seorang pimpinan, Kamrani selalu dapat mengendalikan emosi dan tidak mendendam.

Ketika menjadi Rektor, Kamrani bukan tidak pernah marah sama sekali. Dia menegur bawahan dengan cara yang halus tidak marah-marah atau menghina bawahan di depan umum. MFR menceritakan

Pada waktu itu saya bersama Pak Kamrani keluar kota. Di SPBU saya pun singgah untuk mengisi BBM. Ketika hampir penuh, saya pun menggoyang-goyang mobil agar bensin lebih banyak bisa masuk tangki mobil. Pak Kamrani berkata, “kaya umpat mutur taksi kol ha (seperti mobil colt angkutan antar kabupaten). Sejak itu, saya selalu membeli bensin sebelum berangkat dengan beliau”. [9]

Kamrani digambarkan sebagai sosok yang senantiasi belajar, menjaga nilai-nilai keislaman, inovatif transformatif, mampu membangun kerja sama tim, dan menghargai orang lain, serta motivator. Hal tersebut tergambar dari penuturan Syaifuddin berikut

Saya kenal beliau secara intens sejak tahun 1981, ketika saya mengambil kuliah program Doktoral pada Fakultas Tarbiyah IAIN Antasari Banjarmasin. Saat itu saya diminta oleh beliau sebagai Sekretaris Umum Badan Pengurus Koordinasi Mahasiswa (BPKM) IAIN Antasari sebagai pengganti organisasi kemahasiswaan yang sebelumnya bernama Dewan Mahasiswa. Perkenalan dan kerja sama dengan beliau berlanjut ketika saya diangkat sebagai Dosen pada IAIN Antasari tahun 1986. Pergaulan dan kerja sama tersebut bukan saja dalam kaitan dengan tugas jabatan struktural yang dipercayakan kepada semasa beliau menjadi Wakil Rektor I dan Rektor, juga dalam berbagai kegiatan akademik dan ilmiah yang pernah dilakukan oleh IAIN Antasari.

Dari perkenalan dan kerja sama tersebut, sulit menuliskan secara utuh kepribadian beliau, namun setidaknya sosok pribadi dan karakter yang bisa saya gambarkan, pertama, sebagai pribadi, beliau adalah seorang pembelajar yang rajin, ulet, dan cerdas serta terus ingin belajar. Berbagai jenjang dan jenis pendidikan formal dan non formal beliau ikuti, baik dalam bidang akademik maupun dalam bidang kepemimpinan dan manajerial; memiliki komitmen dan upaya yang kuat dalam menjaga nilai-nilai keislaman dalam segala hal. Kedua, sebagai pimpinan, beliau adalah sebagai sosok pemimpin yang memiliki visi, misi yang jelas dan realistis, berpikir inovatif dan transformatif dalam membawa IAIN/UIN ke depan yang unggul dan kompetitif; memiliki kemampuan dalam membangun tim work yang kuat untuk mewujudkan berbagai program; memiliki kemampuan dan keterampilan yang sangat baik dalam membangun kerja sama dengan semua stakeholder. Ketiga, sebagai orang tua, kakak, kolega, teman, beliau sebagai sosok yang selalu hangat, saling menghormati, penuh perhatian, dan senantiasa memberikan dorongan dan inspirasi untuk berkembang.[10]

Rn yang pernah mendampingi beliau dan pimpinan lain pada saat menjabat sebagai Pembantu Rektor I bercerita bahwa dirinya tidak pernah mendengar beliau (Kamrani) marah-marah di hadapan bawahannya.

“Selama sekitar dua tahun berada tidak jauh dari beliau, saya melihat beliau sebagai seorang sosok guru yang berperawakan ideal dan berwibawa, profesional di bidangnya, dan seorang pemimpin yang sabar dan tidak pernah marah-marah di hadapan bawahannya, dan sangat menjaga kebersihan”[11]

Soal menjaga kebersihan ini, selalu diingat RN. Kamrani sangat memperhatikan kebersihan terutama saat ke toilet. RN bercerita ketika dia ke Ruang Pembantu Rektor I.

aku pernah betakun wan dingsanak sidin, “pak kamrani adakah di dalam?”. ujar ading sidin, sidin ke wc pasti lawas. Jar ku, “kok tau”. jar ading, “sidin jelaslah aku dingsanaknya”. (Saya pernah bertanya kepada saudaranya Pak Kamrani, “Pak Kamrani ada di dalam?”. “Beliau ke WC, pasti lama”, jawab adik Pak Kamrani. “Kok tahu”, saya menyahut. “Ya, iya lah aku kan saudaranya”, jawab adik Pak Kamrani. [12]

Pada tahun 1997-an, para pembantu rektor tidak memiliki WC pribadi di ruang masing-masing. RN kembali menuturkan, “Pak Basran Noor (Alm) yang ketika itu menjabat sebagai Pembantu Rektor III bertanya, “siapa di WC?”, Saya menjawab, “Pak Kamrani”. Pak Basran menimpali, “kada kawa (tidak bisa) ditunggu”. Pak Basran Noor pun ke Fakultas Syariah untuk mencari WC.”[13]

Hal itu menggambarkan bahwa Kamrani sangat menjaga kebersihan terutama terkait dengan kebersihan dalam hubungannya dengan ibadah. M. Nur Maksum (Alm), dosen Fakultas Syariah, pernah bercerita ketika sama-sama mengikuti pelatihan penelitian Pusat Latihan Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial (PLPIIS) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia – Universitas Syiah Kuala Aceh1. Mereka berdua tinggal satu rumah selama sembilan bulan. “M. Nur Maksum bercerita bahwa Pak Kamrani selalu berjalan berjinjit, hanya ujung jari yang ke lantai setiap setelah selesai wudhu”.[14]

Pada kepemimpinannya, IAIN Antasari mulai mengambil kebijakan ma’had al jamiah. Mahasiswa harus masuk di asrama. Kebijakan itu lebih berkiblat ke UIN Malang. Hal itu tidak dapat dipisahkan dari kedekatan Kamrani dengan Rektor UIN Malam, Imam Suprayogo. Ridhahani yang mendampinginya sebagai Pembantu Rektor 2 (2005-2009) menceritakan

Selain kebutuhan mahasiswa yang semakin banyak, Prof. Kamrani ingin membina mahasiswa melalui mahad aljami’ah. Beliau melihat peluang dan melakukan pendekatan kepada kepada Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera) melalui berbagai pihak. Saya pun ditugaskan untuk melakukan berbagai hal untuk pembangunan asrama melalui bantuan dari Kemenpera. Pada tahun 2008, pembangunanpun dimulai dan setelah beberapa tahun (multiyear) Rusunawa itupun bisa digunakan oleh mahasiswa. Pada saat itu, ide-ide perubahan untuk kemajuan IAIN Antasari sangat terasa. Pada periode tersebut IAIN Antasari telah menyiapkan basis untuk berubah menjadi universitas, persiapan pengadaan lahan kampus 2, dan bantuan dari Islamic Development Bank. Akan tetapi, Menteri Agama saat itu memberlakukan moratorium perubahan IAIN menjadi UIN.[15]

Upaya Kamrani untuk mengembangkan IAIN Antasari dilakukan dengan berbagai cara. Kamrani tidak merasa gengsi untuk meminta bantuan kepada instansi lain: pemerintah provinsi serta kementerian lain. Usaha untuk itu tidak hanya dilakukan dilakukan dengan lobi-lobi dalam jalur resmi, tetapi juga dilakukan melalui pertemuan ketika mnghadiri undangan.

 

[1] Syaifuddin Sabda, Integrasi Fakultas Cabang IAIN Antasari, June 10, 2019.

[2] Bainah Bainah, Kuliah bersama Prof. Kamrani, Telepon, November 8, 2019.

[3] St Am, Prof. Kamrani di dalam Kelas, Telepon, November 7, 2019.

[4] Bainah.

[5] ph Ap, Kamrani Buseri, Pembimbing Tesis, Telepon, November 9, 2019.

[6] Ismail Thalib, Kamrani Buseri Menjadi Guru Besar, November 7, 2019.

[7] Sf Nr, Kamrani Buseri, Telepon, November 7, 2019.

[8] Fz Hy, Kamrani Buseri di Rektorat, November 8, 2019.

[9] M FR, Kamrani Buseri, Telepon, October 30, 2019.

[10] Syaifuddin Sabda, Kesan tentang Pak Kamrani, November 12, 2019.

[11] B Rn, Kamrani Buseri, Telepon, November 7, 2019.

[12] Rn.

[13] Rn.

[14] B Rn, PLPIIS di Aceh, Telepon, November 7, 2019.

[15] F Ridhahani, Pembangunan Asrama, November 9, 2019.

About Ahmad Juhaidi

Check Also

Politik Ngangal

oleh H. Sofyan Noor AA “Politik itu ngangal” (Ucapan Drs.H.Bahdar Johan kepada H.Syamsul Mu’ari f, …

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

UA-82099772-1