Home / Artikel / Value of Sumambing

Value of Sumambing

Pada umumnya, fragmentasi dalam kisah-kisah hanya perlambang. Misalnya, kata ”burung” dalam Kitab Bayan Budiman merupakan perlambang dari pemakan semua hama penyakit mental umat manusia. Sementara nama ”burung Menco” adalah simbol dari kaum santri yang lebih mementingkan aturan lahir dalam ajaran syariat. Sedangkan Bayan adalah watak luhur karena mengikuti syariat tanpa meninggal tarekat dan hakikat sehingga lebih mengandalkan makrifat tanpa melupakan syariat. (Abdul Munir Mulkhan, 2003 : 66). Perlambang tersebut muncul dalam kisah karena dia disusun untuk menjadi pelajaran. Dengan kisah-kisah itu, para penulis atau penutur ingin menyampaikan nasihatnya.
Berbeda dengan itu, Sumambing lahir, dewasa, dan berinteraksi dengan lingkungan tidak hadir dengan rekayasa ”penulis”nya, melainkan merupakan caranya untuk bertahan dan mengaktualisasikan dirinya. Latar belakang Sumambing yang hidup dan merasakan masa perjuangan melawan penjajah dan pemberontakan gerombolan Ibnu Hadjar, mencerminkan tekanan yang dihadapinya. Fisiknya yang tidak memungkinkan untuk turut bergelut dalam dunia kekerasan mengharuskannya bersikap agar mampu mengaktualisasikan diri di tengah masyarakat.
SM memilih tidak terlibat dengan kekerasan ketika orang-orang usil menggantung sepedanya atau meninggikan sadel sepedanya. Dia memilih mencari caranya sendiri. SM juga tidak memilih untuk menasihati orang-orang yang usil kepadanya karena dia memahami perangai manusia yang jika tak bisa dinasihati dengan halus. Mereka yang hatinya penuh kekerasan akan percuma diberi nasihat. Sudah menjadi kebiasaan umum manusia, jika dicegah seperti diperintah dan merasa lebih baik kalah uang daripada kalah kehormatan (gengsi).
Sumambing boleh jadi menyadari bahwa dunia dimana dia hidup tidak memahami atau menerima keadaan fisiknya. Akan tetapi, dia juga tak ingin secara frontal berseberangan dengan mereka atau berkelahi dengan mereka yang nakal. Oleh karenanya, dia memilih sikapnya sendiri dengan seluwes-luwesnya.
Bagaimanapun juga, Sumambing telah melakukan pencapaian yang kini sangat sulit dicapai oleh kebanyakan orang.

1. Sumambing Vis A Vis Kisah Porno Urang Banjar
Sumambing (selanjutnya disebut SM) hidup dan merasakan fase sulit masyarakat Indonesia. Masa kecil dihabiskan di zaman penjajahan Walanda (Belanda), masa penjajahan Jepang, Belanda yang membonceng sekutu, era orde lama, dan orde baru. Perjalanan hidupnya yang penuh kesabaran, kelucuan, keluguan, kepandiran, dan banyak akal merupakan faktor penting dia menjadi sosok yang terkenal. Sumambing menjadi terkenal dan diceritakan dari mulut ke mulut bukan karena keberaniannya atau kesaktiannya. Dia menjadi fenomenal karena sikapnya yang berlawanan dengan ”zuriat pemberontak ”urang Kandangan”. Amuk Hantarukung, Hassan Basry, dan Ibnu Hajar adalah simbol penting pemberontakan urang Kandangan terhadap ketidakadilan.
Jika ditelaah lebih jauh kisah-kisah SM sangat berbeda dengan stigma kisah-kisah orang Banjar yang dinilai cenderung dibumbui kisah porno. Kisah Palui yang terbit di Harian Banjarmasin Post adalah contoh bagaimana kisah urang Banjar selalu menyentil sesuatu yang berbau porno.
Tidak hanya kisah Palui. Penceramah agama yang seharusnya bisa menahan diri, cenderung juga menyisipkan cerita porno dalam ceramahnya. Meskipun cerita itu tidak ada hubungannya dengan tema ceramah. Dalam prosesi pernikahan pun tak luput pula dari hal itu, terutama pada acara sambutan atas nama mempelai. Berikut salah satu pantun yang disampaikan dalam sambutan tersebut
Tulak ke hutan mancari paring
Mancari paring nang sudah tuha
Ulun kada sarik guring bapaling
Tapi minta paculakan tali biha
Seperti halnya dengan ceramah agama, dalam sambutan itupun biasanya setiap ada sesuatu yang berbau porno selalu diiringi dengan tawa pendengar. Itu menjadi tanda penting bahwa pendengar sangat menyukai hal-hal itu.
Ibarat tukang masak, SM sangat mengetahui bagaimana membuat takaran bumbu yang pas. Dia sangat tahu bumbu apa yang bisa membahayakan kesehatan. SM sangat mengetahui bahan apa yang bisa meningkatkan kolesterol, asam urat, atau tekanan darah. Cerita-cerita tentang SM bisa dinikmati bukan karena dia berisi cerita cabul tetapi lebih karena dia berbeda.
SM tidak menganggap lucu humor-humor semacam itu. SM hadir tidak dengan membawa humor yang bersifat permusuhan (membuat orang tertawa dengan menyakiti orang lain), humor yang menunjukkan keunggulan (mentertawakan kekurangan orang lain meskipun dia ditertawakan orang lain karena kekurangannya) atau humor yang membangkang pada otoritas (lelucon odiepos) yang tidak lucu atau mesum).
Secara khas, dalam kisah SM ditemukan bahwa humor lebih dekat dengan pada falsafah dari keadaan sebenarnya. Humor semacam ini disebut Maslow sebagai humor keadaan yang sebenarnya karena humor ini sebagian besar berisi hal-hal yang mempermainkan manusia secara umum pada saat mereka berbuat bodoh atau lupa pada tempat mereka di alam semesta, atau mencoba menjadi besar sedangkan mereka sebenarnya kecil. (Abraham H.Maslow, 1993 : 27)
Jika dicermati, SM menjadi lucu karena dia mempermainkan diri sendiri, tetapi tidak dengan cara yang menyakitkan membadut).Kisah-kisah SM tidak pernah membuat sesuatu lelucon yang menyakiti orang lain. SM banyak hendak mengatakan sesuatu dan mempunyai fungsi di samping sekedar menimbulkan tawa. Humor merupakan suatu pendidikan dalam bentuk yang menyenangkan, sama dengan kiasan atau dongeng.

2. Sumambing yang Penyabar
Dapat dipastikan SM adalah sosok yang penyabar. Sepeda SM pernah dipenuhi tambalan oleh tukang tambal ban. Di lain hari, sadel sepedanya ditinggikan orang usil dan kadang digantung. Akan tetapi, tidak pernah SM marah. Kesabaran SM ketika menghadapi orang-orang yang lebih muda itu patut menjadi contoh. Abu Nashr Al Sarraj (w.378 H) menyebutkan bahwa sabar adalah maqam yang mulia. Allah memuji orang-orang yang sabar seperti tergambar dalam firman Allah SWT : Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang beriman. bertakwalah kepada Tuhanmu”. Orang-orang yang berbuat baik di dunia ini memperoleh kebaikan. dan bumi Allah itu adalah luas. Sesungguhnya hanya orang-orang yang Bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas. (Q.S. Az Zumar : 10)
Sikap sabar SM merupakan sikap mawas dirinya. Sebagai seorang yang secara fisik tidak menguntungkan untuk berkelahi, SM mampu menyadari akan dirinya sendiri. Mawas diri seperti halnya SM karena manusia sering kali merasa lebih baik, paling benar, dan tak pernah berbuat salah atau bohong sama sekali. Menyadari kesalahan tersebut juga tergambar ketika dia sakit perut dan mengaku mencret. Manusia yang selalu sadar atas dirinya sendiri pulalah sebenarnya manusia yang membuka pintu hati dan pikirannya sehingga bisa berkembang dan berubah menjadi lebih baik.
Sikap sabar SM merupakan kemampuannya menahan diri dari luapan kemarahan. Sebagai seorang manusia normal SM pasti marah melihat sepedanya digantung di pohon, sadelnya ditinggikan, atau sepedanya ditambal. Akan tetapi, kemampuannya memanejemen kemarahan dengan caranya sendiri patut menjadi teladan. SM ingin memberitahukan kepada kita bahwa tindakan melampiaskan amarah dengan perkelahian dan kekerasan lainnya tidaklah satu-satunya cara. Kemarahan adalah manusiawi, namun SM mengajarkan bahwa kemarahan dan kebencian harus dibuang jauh-jauh agar hidup tenang. Kemarahan dan kebencian hanya mendatangkan kemarahan dan kebencian pula.
Darsun, anak lelaki Asikah, suka sekali mengganggu SM yang sedang tidur duduk dengan mulut terbuka. SM tidak marah bila terbangun dari tidur siangnya. Dia hanya berkata, ”cucuku pintar sekali menutup mulut kakek”. Darsun kecil yang nakal suka sekali mencolek SM yang tidur sehingga SM menutup mulutnya.
SM sadar akan fisiknya yang tidak dapat diandalkan untuk berkelahi karena itu dia menerima keadaannya. SM dapat mengatasi hambatan, cobaan, dan kesulitan. Dia berhak mendapat derajat luhur setidaknya dimata manusia. Akhirnya hayatnya di masjid setidaknya dimata manusia pertanda husnul khatimah. Itulah derajat luhur yang diraihnya. Sabar dan menerima keadaan bukan berarti menunggu keajaiban dan menunggu keajaiban. Bukan pula berarti menyerah dan menyalahkan Tuhan. Sabar adalah merasa bersyukur dan mencari nilai hikmah dari keadaan sesudah segala upaya dan kemampuan dikerahkan kemudian berserah diri dan tawakkal kepada Allah.
”Kalau sudah umur meskipun aku tidak ke masjid dan berada di rumah saja tetaplah aku mati”, ujar SM ketika dilarang keluarganya pergi ke Masjid Takwa karena keadaannya yang uzur. Menjelang akhir nafasnya, tawakkal telah menjadi prilakunya.

3. Mengakui Kesalahan
Nilai penting lain yang terungkap kisah SM adalah kerelaanya mengakui kesalahan tanpa melempar kesalahan kepada orang lain. Hal itu tergambar dari pengakuannya ketika dia tercebur ke selokan. ”Saya hanya ingin mengukur kedalaman selokan ini”, ujarnya. Dia tidak menyalahkan orang lain atau sepedanya. Sikapnya itu pula yang tergambar ketika dia harus mengaku mencret di celana. Bagi sebagiaan orang, bisa saja meninggalkan tempat itu dan tidak memberitahukan bahwa dia mencret.
SM mengajarkan kepada masyarakat untuk berani mengakui kesalahan tanpa melempar kesalahan kepada orang lain. Pada umumnya manusia, lelaki, perempuan, tidak merasa bahwa dirinya memikul kesalahan. Semua orang mengaku dirinya adalah orang baik. Kebanyakan orang mengaku paling suci, padahal kebohongannya bagai pasir di pantai sehingga kebohongannya tak terhitung banyaknya. Orang seperti itu biasanya enggan mengaku salah . Padahal, hanya Allah sebenarnya yang bisa menilai apakah seorang itu baik atau buruk.
Meskipun SM sering dipermainkan orang, dia memilih sikap terhormat tidak membalas sikap mereka. Sikap seperti itu merupakan salah satu sikap yang dapat menjadikan hidup tenang tanpa permusuhan. Jalaluddin Rakhmat menyebutkan, ada beberapa sikap yang bisa membuat hidup tidak tenang selalu penuh kebencian yaitu
a. mencari-cari bahan untuk dikritik
b. Mempermainkan atau menertawakan orang
c. Menggurui orang bagaimana seharusnya hidup
d. Menyerang orang
e. Mengabaikan orang
f. Mempermalukan
g. Bersikap pongah
h. Mencibir
i. Menganggap orang aneh atau gila Mengatakan bahwa dia jelek, bloon, dan tidak mengerti (Jalaluddin Rakhmat, 2007)
Mengakui kesalahan tanpa menyalahkan orang lain merupakan sifat yang jarang ditemukan di masyarakat. Prilaku semacam itu adalah sikap orang sehat yang merasa mampu menerima diri dan sifatnya sebagaimana adanya, tanpa sesal, atau keluhan, atau bahkan terlalu banyak memikirnya. Padahal, sikap anggota masyarakat yang normal dari kebudayaan kita mempunyai rasa bersalah atau malu dan cemas pada banyak hal dalam banyak situasi yang tidak pada tempatnya. (Abraham H. Maslow, 1994: 9)

4. Perlawanan terhadap Status Qou
Setiap masyarakat mengenai gagasan mengenai apa yang harus diyakini seseorang dan bagaimana ia semestinya bersikap demi menghindari kecurigaan dan ketidakpopuleran. Beberapa diantara konvensi kemasyarakatan ini memiliki rumusan yang gamblang dalam undang-undang dan yang lain tergambar dalam wilayah pertimbangan etis dan praktis yang sering digambarkan sebagai ”common sense”.
Common sense (pandangan umum) menentukan apa yang layak kita lakukan, nilai-nilai finansial apa yang harus diadopsi dalam sebuah masyarakat, siapa yang harus kita hormati, dan kehidupan domestik bagaimana yang sebaiknya diikuti. (Alain de Booton, 2003 : 9)
SM menghabiskan hidupnya dalam sebuah masyarakat yang mempunyai common sense tentang keberanian. Membawa pisau dipinggang merupakan kebiasaan yang umum di Hulu Sungai Selatan (baca: Kandangan) dan itu berarti keharusan untuk menggunakannya ketika harus berhadapan dengan orang lain.
Namun, dalam satu kurun waktu, selalu saja ada muncul sebuah perlawanan terhadap sesuatu yang sudah mapan. Dalam konteks ini, SM menjadi simbol perlawanan terhadap common sense yang sudah mapan. Dalam konteks itu, perlawanan terhadap kemapanan tersebut sering diterima dengan baik oleh masyarakat, meskipun dalam beberapa kasus itu tidak berlaku.
Hal itu, dapat pula dipakai untuk menjelaskan mengapa terjadi pergeseran ustadz idola dalam masyarakat. Di tahun 1980-an sampai paruh kedua tahun 1990-an, ustadz yang kritis terhadap kebijakan orde baru menjadi idola masyarakat. Semua melihat bagaimana Zainuddin MZ begitu populer.
Namun, pasca reformasi justru tidak disukai masyarakat luas. Munculah penceramah/ustadz yang menawarkan kesejukan, tidak mengumbar kritik, mengajak menjadi seorang pemaaf dan dermawan. Mereka populer karena masyarakat mengalami titik nadir dalam proses reformasi yang sarat dengan kritik bahkan kekerasan.

About Ahmad Juhaidi

Check Also

Politik Ngangal

oleh H. Sofyan Noor AA “Politik itu ngangal” (Ucapan Drs.H.Bahdar Johan kepada H.Syamsul Mu’ari f, …

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

UA-82099772-1